Hai,
Cerita kali ini mungkin adalah salah satu cerita yang bisa dibilang sangat pribadi dan sensitif bagi saya. Cerita tentang gagal, dan juga berteman dengannya. Bagi saya pribadi, gagal merupakan hal yang sering sekali saya temui. Gagal dalam mengikuti kompetisi, gagal dalam menggapai beberapa mimpi, gagal dalam jatuh hati atau sesederhana gagal diet hari ini. Gagal bisa dibilang sering sekali berteman dengan saya, tetapi apakah saya menyukai kegagalan? Tentu saja tidak. Saya tidak menyukai kegagalan, tetapi saya menerima bahwa kegagalan adalah suatu proses dari jatuh bangunnya kehidupan, proses pembelajaran yang mungkin sering kali kita luput perhatikan.
Mungkin sejak duduk di bangku SMP saya sudah mulai berteman dengan yang namanya gagal. Berkali-kali ikut seleksi lomba olimpiade sana sini, tetapi ternyata belum rezeki. Di SMA pun begitu, mencoba ikut lomba debat, sumbit beberapa lomba essay dan karya tulis, daftar kegiatan-kegiatan Nasional atau Volunteer, sampai ikut seleksi OSN dan hasilnya banyak sekali terjadi penolakan dan kegagalan. Sering kali saya sudah berada di tahap semi final, tetapi kalah hingga akhirnya ga bisa bawa pulang piala karena ga masuk final. Banyak coba, banyak juga gagal yang datang.
Tetapi menurut saya, dibalik semua kegagalan yang saya lewati banyak sekali hikmah dan jawaban lain yang saya dapatkan. Walaupun gagal berkali-kali olimpiade di SMP ternyata saya dipertemukan dengan salah satu passion saya yaitu public speaking, hingga akhirnya saya dapat mewakili sekolah saya menjadi Juara 1 Pidato Puteri se-Tangerang Selatan pada masa itu. Walaupun di SMA saya kehilangan beberapa kesempatan karena gagal dan ditolak, ternyata saya mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu delegasi Parlemen Remaja Indonesia (Delegasi DKI Jakarta). Gagal sering kali berteman dengan saya, tetapi mencoba berkali-kali akhirnya juga bisa menjadi kebiasaan untuk saya.
Sebenarnya alasan saya menulis ini adalah saya ingin menceritakan salah satu cerita tentang gagal dan mencoba yang bisa dibilang baru-baru ini saya hadapi. Walaupun mungkin tadi saya bilang saya sudah berteman dengan kegagalan, tetapi gagal juga tidak pernah menjadi mudah bagi saya. Mungkin bagi beberapa teman yang membaca ini, teman-teman sudah tahu bahwa saya mengikuti UTBK lagi di tahun ini. Iya, saya memang sudah berkuliah di IPB, tetapi ada mimpi yang mungkin ingin saya kejar di tempat lain. Bukan berarti kampus saya yang sekarang tidak bisa memfasilitasi mimpi tersebut, tetapi karena saya ingin mencoba lagi mengejar mimpi saya yang dulu karena tahun lalu saya gagal mengejar mimpi tersebut, akhirnya saya mengikuti UTBK lagi.
Proses mengikuti UTBK di tahun kedua jelas bukanlah proses yang mudah, banyak sekali jatuh bangun di dalamnya. Apalagi karena saya cukup aktif berkegiatan di IPB, waktu harus saya bagi sebaik dan seefektif mungkin. Ketika perkuliahan masih dijalankan secara offline di Dramaga, saya membagi waktu saya untuk kuliah, organisasi-kepanitiaan, dan juga les bimbingan belajar. Ketika ada waktu kosong atau jam kuliah saya sudah selesai, saya berangkat dari Dramaga ke Yasmin agar bisa mengikuti kelas bimbel, jika kelas kosong saya ada di pagi hari saya berangkat pagi ke bimbel lalu siang berkuliah di Dramaga. Ketika ada waktu rapat, saya balik ke Dramaga dan ketika hari itu tidak ada rapat saya menetap sampai malam di tempat bimbingan belajar saya. Terima kasih NF Dramaga, terima kasih juga teman-teman saya yang berbaik hati mengantar dan menjemput saya selepas belajar.
![](https://cdn-images-1.medium.com/max/600/1*vmfmxcmlBSlECwCdgCMAOg.jpeg)
Kadang kalau saya lagi benar-benar rajin, jeda mata kuliah ke mata kuliah lainnya saya gunakan untuk belajar dan mencatat materi UTBK, terima kasih Tanoto Library dan LSI yang seringkali menjadi tempat singgah saya untuk mengambis lagi. Ketika kuliah mulai berjalan online pun saya masih sempatkan mengikuti bimbel dan belajar secara online untuk mengejar UTBK. Jujur sama sekali gamudah karena saya harus membagi fokus saya ke banyak hal, tetapi saya masih berusaha untuk mencoba.
Hingga akhirnya hari yang dinanti tiba, saya merasa menjawab soal dengan suasana hati yang baik dan cukup yakin dengan jawaban-jawaban yang saya berikan. Rasa lega, senang, serta bahagia meliputi hati saya karena saya merasa usaha saya tidak sia-sia. Saya merasa ikhlas dan tenang, serta cukup yakin dengan hasil yang akan diberikan. Tetapi ternyata, pada hari Jum’at 14 Agustus 2020, jawaban terbaik dari doa-doa dan usaha saya datang, namun ternyata jawaban itu bukanlah sebuah jawaban yang mungkin saya harapkan.
![](https://cdn-images-1.medium.com/max/800/1*0gNVjjAdiECidpLY57pIdQ.png)
Awalnya saya kira saya gaakan sedih lagi, gaakan nangis lagi dengan kegagalan karena saya sudah seringkali bertemu dan bahkan berteman dengannya. Tetapi ternyata hari itu saya menangis lagi, merasa bersalah, merasa tak ada arti. Saya rasa banyak sekali orang-orang baik yang ada disekitar saya, orang-tua, teman-teman saling silih berganti mendengar tangisan dan kesedihan saya. Terus berucap hal-hal baik agar saya bisa ikhlas memaafkan diri dan juga ikhlas dengan jawaban terbaik ini.
Alhamdulillah proses kesedihan saya tidak berlarut-larut, berkat dukungan yang baik, hal-hal positif lainnya juga datang mengikuti. Esok paginya saya harus rapat lagi jadi saya usahakan untuk semangat dan bisa memaafkan kekecewaan diri.
Bagi saya gagal itu adalah bagian dari kehidupan yang gaperlu dihindari, tetapi cukup untuk diterima. Gagal bisa menjadi pemicu semangat untuk hal-hal baik selanjutnya, menjadi pemicu untuk mau berusaha dan mencoba lagi. Gagal adalah teman terbaik kehidupan, yang walaupun sedikit pahit tetapi bisa mengubah kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Saya paham mungkin usaha saya belum semaksimal itu, tetapi saya juga yakin Tuhan memberikan jawaban ini karena yakin bahwa saya bisa berproses menjadi lebih baik di tempat yang saya pijaki hari ini. Proses kegagalan merupakan sebuah proses yang akan terus saya syukuri, agar bisa menjadi lebih ikhlas dan juga menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
As a wise man said,
“if plan A doesn’t work, just remember: the alphabet has 25 more letters”
Jika saya gagal hari ini, bukan berarti semua pintu untuk mencapai mimpi saya akan tertutupi.
Jakarta, 16 Agustus 2020.
0 Komentar